http://faizsadventure.blogspot.com

Selasa, 06 Maret 2012

pembangunan Wilayah

I.                    PENDAHULUAN
1.       KONSEP WILAYAH
 Wilayah merupakan suatu unit geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya saling tergantung secara internal.  Tipologi suatu wilayah dapat digambarkan sebagai Gambaran Tunggal  dan  Gambaran Majemuk.
·         Gambaran tunggal, yaitu persamaan suatu wilayah ditentukan oleh satu fenomena,  misalnya jenis tanah, agama, budaya, jenis komoditas pertanian dan sebagainya Wilayah ini merupakan unit terkecil dan dapat ditentukan batas-batas unit area atau  unit “atomistic” ruang.

2.       KONSEP WILAYAH
    Gambaran Majemuk, yaitu suatu wilayah dengan fenomena yang kompleks dengan   beberapa persamaan di dalamnya.  Gambaran ini dapat terdiri atas beberapa gambaran  tunggal dari suatu wilayah, tetapi bila terdapat fenomena yang kompleks yang  diperlukan oleh peneliti, maka wilayah ini dapat merupakan suatu wilayah yang kompak.
3.       Batasan wilayah
    Batasan wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: (1) Wilayah Homogen (2) Wilayah Nodal, (3) Wilayah Perencanaan  dan (4 ) Wilayah Administratif. 
  KONSEP WILAYAH
Wilayah Homogen
 Ialah wilayah yang dipandang dari suatu aspek mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama, misalnya dalam hal ekonomi (struktur produksi atau pola konsumsi sama, mata pencaharian sama, tingkat pendapatan masyarakat sama, dll), geografi (topografi atau iklim sama), agama, suku, budaya dan sebagainya yang sama
Menurut Richardson (1977) dan Hoover (1977) Wilayah homogen dibatasiberdasarkan keseragamannya secara internal (Internal Uniformity), contoh: Jalur Pantura dengan ciri homogenitas lumbung padi. Jika terjadi perubahan terhadap aktivitas usaha tani padi (teknologi, subsidi, harga) akan mempengaruhi bagian wilayah tersebut dengan proses yang sama.

Wilayah Nodal
  Ialah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (center) dan daerah belakangnya (hinterland). 
  Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, arus faktor produksi, arus barang dan jasa, ataupun arus komunikasi dan arus transportasi.  Dalam konteks ini menurut Allen dan MacLellan (dalam Sukirno, 1976), batasan wilayah nodal ditentukan oleh sejauhmana pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi terhadap kegiatan ekonomi di daerah lain (Centre – Periphery).
  Wilayah nodal memperlihatkan hubungan saling ketergantungan secara fungsional antar pusat dan daerah belakangnya.
     Contoh: Jabotabek      (Jakarta sebagai centre; Bogor, Tangerang, Bekasi;   sebagai  Hinterland)

4 unsur penting dalam suatu region nodal
a. Adanya arus barang, ide/gagasan dan manusia.
b. Adanya node (pusat) yang menjadi pusat pertemuan arus tersebut secara terorganisir.
c. Adanya wilayah yang makin meluas.
d. Adanya jaring-jaring rute tempat berlangsungnya tukar menukar.

Berdasarkan bahasa perencanaan:
Daerah (Wilayah Administrasi) :  sebutan untuk lingkungan permukaan bumi dalam batas kewenangan  Pemerintah Daerah.  Dengan demikian pengertiannya berkaitan dengan   batas administrasi misalnya Dati I, Dati II (Sekarang kabupaten, Propinsi)
Wilayah: sebutan untuk lingkungan permukaan bumi yang berkaitan dengan  pengertian kesatuan geografis seperti Wilayah Hutan, Wilayah Aliran  Sungai (Jadi sebenarnya istilah DAS yang sering digunakan itu salah, oleh  karena itu  akhirnya sebagian orang menyebutnya sebagai Wilayah  DAS)
Kawasan:  sebutan untuk wilayah dalam batas yang ditetapkan berdasarkan fungsi  tertentu, misalnya kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan  perkantoran, kawasan pendidikan.

2. PENATAAN RUANG/WILAYAH
Dalam sejarah perkembangannya, bongkar pasang konsep pengembangan wilayah di Indonesia terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai
·         Pertama adalah Walter Isard sebagai seorang pelopor ilmu wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab dan akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial ekonomi, dan budaya.
·         Kedua adalah Hirschmann (era 1950 an) yang memunculkan teori  polarization effect dan trickling down effect dengan argumentasi bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).

·         Ketiga adalah Myrdal (era 1950 an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash effect dan spreadwash effect.

·         Keempat adalah Freadmann (era 1960 an) yang lebih menekankan pada pembentukan  hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.

·         Kelima adalah Douglass (era 70 an) yang  memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa-kota (rural-urban linkages) dalam pengembangan wilayah.
Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah di atas kemudian diperkaya dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiranputra-putra bangsa.
        Sutami (era 1970 an) dengan gagasan bahwa pembangunan
  infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan
  potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat
  pengembangan wilayah.
       Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hiriarki    
   kota – kota   dan hikarki prasarana jalan melalui orde kota.
        Ruslan Diwiryo (era 1980 an) yang  memperkenalkan konsep pola dan struktur ruang
   yang  bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No24/1992 tentang  \
   penataan   ruang.

Pada periode 80 an ini pula, lahir strategi nasional pembangunan perkotaan(SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan sistem kota
nasional yang efiseien dalan konteks pengembangan wilayah nasional.
Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal bakal lahirnya konsep program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan
fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Pada era 90 an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antara kawasan dalam wilayah
pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan.

   Perkembangan terakhir pada awal abad millenium bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi negara kesatuan Republik Indonesia.


Konsep Penataan Ruang Di Indonesia
Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang di dalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) proses utama, yakni

a). Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang 
     menghasilkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Disamping sebagai “guidance of future action” RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interkasi manusia/makluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalanserasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/ makluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan(sustainability development);

b) Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud oprasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri;

c) Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perijinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan  RTR W dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

Kebijakan Penataan Ruang di Indonesia
Di Indonesia, penataan ruang telah ditetapkan melalui UU No 24/1992 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) untuk operasioalisasinya. Berdasarakan UU No 24/1992, khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya.

    Sesuai dengan UU 24/1992 tentang penataan ruang, sistem perencanaan tata ruang wilayah diselenggarakan secara berhirarkis menurut kewenangan administratif, yakni dalam bentuk RTRW Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. RTRW Nasional disusun dengan memperhatikan wilayah nasional sebagai satu kesatuan wilayah yang lebih lanjut   dijabarkan dalam strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang pada wilayah propinsi (RTRWP), tertentu dan kawasan andalan yang diprioritaskan  penangananya.

Penataan Ruang Dalam Era Otonomi Daerah
    Menurut Peraturan Pemerintah No. 47 Th 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
        Wilayah adalah ruang yang merup kesatuan geografis  beserta segenap unsur terkait padanya yg batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/aspek fungsional.

    Dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal di tahun 2001, mulailah era baru  dalam sistem pembangunan di daerah.
     Pada hakekatnya otonomi daerah mengandung makna yaitu diberikannya wewenang (outhority) pada Pemerintah Daerah(Pemda) menurut kerangka perundang-undangan yang berlaku untuk mengatur kepentingan (interst) daerah masing-masing.
    Melalui kebijakan otonomi daerah ini,pemerintah pusat mendesentralisasikan sebagian besar kewenangannya pada Pemda.  Secara konseptual, desentralisasi dapat dibedakanatas 4 bentuk dengan turunan yang berbeda yakni
 1) devolusi, yang merupakan penyerahan urusan fungsifungsi pemerintahan dari pusat ke Pemerintah Daerah hingga menjadi urusan rumah tangga daerah;
 2)dekonsentrasi, yang merupakan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah;
3) delegasi, yang merupakan penunjukkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah atasan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan pertangungjawaban kepada  atasnya;
4) Privatisasi, yang merupakan pengalihan kewenangan dari pemerintah pusat kepada organisasi non pemeriontah baik yang berorientasi profit maupun non profit.















Pustaka
Hariyanto dan Tukidi, 2007.  Konsep Pengembangan Wilayah Dan Penataan Ruang Indonesia Di Era Otonomi Daerah. Jurnal Geografi Volume 4 No. 1 Januari 2007
Rujukan
Budhy Tjahjati.S. Pembangunan Perkotaan dengan Pendekatan Penataan Ruang: Implikasi dan Prospeknya, sumbangan tulisan untuk sejarah tata ruang Indonesia  1950-2000, Ditkimtaru, Jakarta.
Purnomosidhi HS. 1981. Konsepsi Dasar Pengembangan Wilayah di Indosensia. DPU, Jakarta.
Sjarifuddin Akil. Tujuan Umum Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang. Draft 3. Bapenas , Jakarta
Roslan Zaris. Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (SNPP). Sumbangan tulisan
       untuk sejarah tata ruang untuk Indonesia.
Robinson Tarigan. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara, Jakarta
Walter Isard. 1960. Methods of Region Analisys-An Introduction to Regional Science. New
       York. Massachusetts institute of technology and wiley.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar