I.
PENDAHULUAN
1. KONSEP
WILAYAH
Wilayah merupakan suatu unit geografis
yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya saling tergantung
secara internal. Tipologi suatu wilayah dapat digambarkan sebagai
Gambaran Tunggal dan Gambaran Majemuk.
·
Gambaran tunggal, yaitu persamaan suatu wilayah
ditentukan oleh satu fenomena, misalnya
jenis tanah, agama, budaya, jenis komoditas pertanian dan sebagainya Wilayah
ini merupakan unit terkecil dan dapat ditentukan batas-batas unit area
atau unit “atomistic” ruang.
2.
KONSEP WILAYAH
Gambaran Majemuk, yaitu suatu
wilayah dengan fenomena yang kompleks dengan
beberapa persamaan di
dalamnya. Gambaran ini dapat terdiri
atas beberapa gambaran tunggal dari
suatu wilayah, tetapi bila terdapat fenomena yang kompleks yang diperlukan oleh peneliti, maka wilayah ini
dapat merupakan suatu wilayah yang kompak.
3. Batasan wilayah
Batasan wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: (1) Wilayah Homogen
(2) Wilayah Nodal, (3) Wilayah Perencanaan
dan (4 ) Wilayah Administratif.
Wilayah Homogen
Ialah wilayah yang dipandang
dari suatu aspek mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri yang relatif sama,
misalnya dalam hal ekonomi (struktur produksi atau pola konsumsi sama, mata
pencaharian sama, tingkat pendapatan masyarakat sama, dll), geografi (topografi
atau iklim sama), agama, suku, budaya dan sebagainya yang sama
Menurut Richardson (1977) dan
Hoover (1977) Wilayah homogen dibatasiberdasarkan keseragamannya secara
internal (Internal Uniformity), contoh: Jalur Pantura dengan ciri
homogenitas lumbung padi. Jika terjadi perubahan terhadap aktivitas usaha tani
padi (teknologi, subsidi, harga) akan mempengaruhi bagian wilayah tersebut
dengan proses yang sama.
Wilayah Nodal
Wilayah Nodal
Ialah
wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (center)
dan daerah belakangnya (hinterland).
Tingkat
ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, arus faktor produksi, arus
barang dan jasa, ataupun arus komunikasi dan arus transportasi. Dalam konteks ini menurut Allen dan MacLellan
(dalam Sukirno, 1976), batasan wilayah nodal ditentukan oleh sejauhmana
pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi terhadap kegiatan ekonomi di daerah
lain (Centre – Periphery).
Wilayah
nodal memperlihatkan hubungan saling ketergantungan secara fungsional antar
pusat dan daerah belakangnya.
Contoh: Jabotabek (Jakarta sebagai centre; Bogor,
Tangerang, Bekasi; sebagai Hinterland)
4 unsur penting
dalam suatu region nodal
a. Adanya arus barang,
ide/gagasan dan manusia.
b. Adanya node (pusat) yang
menjadi pusat pertemuan arus tersebut secara terorganisir.
c. Adanya wilayah yang makin
meluas.
d. Adanya jaring-jaring rute
tempat berlangsungnya tukar menukar.
Berdasarkan bahasa
perencanaan:
Daerah (Wilayah
Administrasi) : sebutan untuk lingkungan permukaan bumi dalam
batas kewenangan Pemerintah Daerah.
Dengan demikian pengertiannya berkaitan dengan batas administrasi misalnya Dati I, Dati II (Sekarang kabupaten, Propinsi)
Wilayah: sebutan untuk lingkungan permukaan bumi
yang berkaitan dengan pengertian
kesatuan geografis seperti Wilayah Hutan, Wilayah Aliran Sungai (Jadi sebenarnya istilah DAS yang
sering digunakan itu salah, oleh karena
itu akhirnya sebagian orang menyebutnya
sebagai Wilayah DAS)
Kawasan: sebutan untuk wilayah dalam batas yang
ditetapkan berdasarkan fungsi tertentu, misalnya
kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan perkantoran, kawasan pendidikan.
2. PENATAAN
RUANG/WILAYAH
Dalam sejarah perkembangannya,
bongkar pasang konsep pengembangan wilayah di Indonesia terdapat beberapa
landasan teori yang turut mewarnai
·
Pertama adalah Walter Isard sebagai seorang pelopor ilmu wilayah yang mengkaji
terjadinya hubungan sebab dan
akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial ekonomi, dan budaya.
·
Kedua adalah Hirschmann (era 1950 an) yang memunculkan teori polarization
effect dan trickling down effect dengan argumentasi
bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan
(unbalanced development).
·
Ketiga adalah Myrdal (era 1950 an) dengan teori yang menjelaskan hubungan
antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash
effect dan spreadwash effect.
·
Keempat adalah Freadmann (era 1960 an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang
kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.
·
Kelima adalah Douglass (era 70 an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan
desa-kota (rural-urban
linkages) dalam pengembangan wilayah.
Keberadaan
landasan teori dan konsep pengembangan wilayah di atas kemudian diperkaya
dengan gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiranputra-putra bangsa.
• Sutami (era 1970 an) dengan gagasan bahwa pembangunan
infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan
potensi sumberdaya alam akan mampu
mempercepat
pengembangan wilayah.
• Poernomosidhi (era transisi) memberikan
kontribusi lahirnya konsep hiriarki
kota – kota
dan hikarki prasarana
jalan melalui orde kota.
• Ruslan Diwiryo (era 1980 an) yang memperkenalkan konsep pola dan struktur ruang
yang
bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No24/1992 tentang \
penataan
ruang.
Pada periode 80 an ini
pula, lahir strategi nasional pembangunan perkotaan(SNPP) sebagai upaya untuk mewujudkan
sistem kota
nasional yang efiseien dalan konteks pengembangan wilayah nasional.
Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal bakal lahirnya konsep program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan
fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Pada era 90 an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antara kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan.
nasional yang efiseien dalan konteks pengembangan wilayah nasional.
Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal bakal lahirnya konsep program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) sebagai upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan
fungsi dan peran kota yang diarahkan dalam SNPP.
Pada era 90 an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antara kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan.
Perkembangan terakhir pada awal abad millenium bahkan, mengarahkan konsep pengembangan
wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi negara kesatuan Republik
Indonesia.
Konsep Penataan Ruang Di Indonesia
Dalam rangka mewujudkan konsep
pengembangan wilayah yang di dalamnya memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, ditempuh melalui upaya penataan ruang yang
terdiri dari 3 (tiga) proses utama, yakni
a). Proses perencanaan tata
ruang wilayah, yang
menghasilkan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW). Disamping sebagai “guidance of future action” RTRW pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interkasi
manusia/makluk hidup dengan
lingkungannya dapat berjalanserasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/ makluk hidup serta
kelestarian lingkungan dan
keberlanjutan pembangunan(sustainability development);
b) Proses pemanfaatan ruang,
yang merupakan wujud oprasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu
sendiri;
c) Proses pengendalian
pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perijinan dan penertiban terhadap pelaksanaan
pembangunan agar tetap sesuai dengan RTR W dan
tujuan penataan ruang wilayahnya.
Kebijakan Penataan Ruang di
Indonesia
Di Indonesia, penataan ruang
telah ditetapkan melalui UU
No 24/1992 yang kemudian diikuti dengan penetapan berbagai Peraturan Pemerintah
(PP) untuk operasioalisasinya.
Berdasarakan UU No 24/1992, khususnya
pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni terselenggaranya pengaturan pemanfaatan
ruang kawasan
lindung dan budidaya.
Sesuai dengan UU 24/1992 tentang penataan ruang, sistem perencanaan tata ruang
wilayah diselenggarakan
secara berhirarkis menurut kewenangan administratif, yakni dalam bentuk RTRW
Nasional, RTRW Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih
rinci. RTRW Nasional disusun dengan memperhatikan wilayah nasional sebagai satu
kesatuan wilayah yang lebih lanjut
dijabarkan dalam strategi serta struktur dan pola pemanfaatan ruang pada wilayah propinsi
(RTRWP), tertentu dan kawasan andalan yang diprioritaskan penangananya.
Penataan Ruang Dalam Era
Otonomi Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah No. 47 Th 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Wilayah adalah ruang yang merup kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya yg batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/aspek
fungsional.
Dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal di tahun 2001, mulailah era baru dalam sistem pembangunan di daerah.
Pada hakekatnya otonomi daerah mengandung
makna yaitu diberikannya wewenang (outhority) pada Pemerintah Daerah(Pemda) menurut
kerangka perundang-undangan yang berlaku untuk mengatur kepentingan (interst)
daerah masing-masing.
Melalui kebijakan otonomi daerah
ini,pemerintah pusat mendesentralisasikan sebagian besar kewenangannya pada
Pemda. Secara konseptual, desentralisasi dapat
dibedakanatas 4 bentuk dengan turunan yang berbeda yakni
1) devolusi, yang merupakan penyerahan urusan fungsifungsi pemerintahan dari pusat ke Pemerintah Daerah hingga menjadi urusan rumah tangga daerah;
2)dekonsentrasi, yang merupakan pelimpahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah;
3) delegasi, yang merupakan
penunjukkan oleh pemerintah
pusat atau pemerintah atasan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan
pertangungjawaban kepada atasnya;
4) Privatisasi, yang
merupakan pengalihan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada organisasi non pemeriontah baik yang
berorientasi profit maupun non profit.
Pustaka
Hariyanto dan Tukidi, 2007. Konsep Pengembangan Wilayah Dan Penataan
Ruang Indonesia Di Era Otonomi Daerah. Jurnal Geografi Volume 4 No. 1 Januari 2007
Rujukan
Budhy Tjahjati.S. Pembangunan
Perkotaan dengan Pendekatan Penataan Ruang: Implikasi dan Prospeknya, sumbangan
tulisan untuk sejarah tata ruang Indonesia
1950-2000, Ditkimtaru, Jakarta.
Purnomosidhi HS. 1981. Konsepsi
Dasar Pengembangan Wilayah di Indosensia. DPU, Jakarta.
Sjarifuddin Akil. Tujuan
Umum Pengembangan Wilayah
dan Penataan Ruang. Draft 3. Bapenas , Jakarta
Roslan Zaris. Strategi
Nasional Pengembangan Perkotaan (SNPP). Sumbangan tulisan
untuk sejarah tata ruang untuk
Indonesia.
Robinson Tarigan. Perencanaan
Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara, Jakarta
Walter Isard. 1960. Methods of Region Analisys-An Introduction to Regional Science. New
York. Massachusetts institute of
technology and wiley.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar