II.
TEORI PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL
Ada
beberapa teori pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal,
diantaranya : (1) Teori Basis Ekspor;
(2) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat;
(3) Teori
Pusat Pertumbuhan;
(4) Teori
Neoklasik;
(5) Model
Kumulatif Kausatif; dan
(6) Model
Interregional.
1. Teori Basis
Ekspor
Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)
dipelopori oleh Douglas C. North (1995) dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout
(1956). Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di
dalam suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service
(non-basis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya
tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah tersebut dan sekaligus
berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan
non-basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu
sendiri.
Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu,
Asumsi pokok atau yang utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independent)
dalam pengeluaran, artinya semua unsur pengeluaran lain terikat (dependent)
terhadap pendapatan. Secara tidak langsung hal ini berarti diluar pertambahan
alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan
pendapatan daerah karena sektor lain terikat oleh peningkatan pendapatan
daerah. Sektor lain hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara
keseluruhan meningkat. Asumsi kedua adalah bahwa fungsi pengeluaran dan fungsi
impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan.
Beberapa hal penekanan dalam model teori basis
ekspor yaitu, antara lain :
a.
Bahwa suatu daerah tidak harus menjadi daerah industri untuk dapat
tumbuh dengan cepat, sebab faktor penentu pertumbuhan daerah adalah keuntungan
komparatif (keuntungan lokasi) yang dimiliki oleh daerah tersebut;
b. Pertumbuhan
ekonomi suatu daerah akan dapat dimaksimalkan bila daerah yang bersangkutan
memanfaatkan keuntungan komparatif yang dimiliki menjadi kekuatan basis ekspor;
c. Ketimpangan
antar daerah tetap sangat besar dipengaruhi oleh variasi potensi masing-masing
daerah.
Model teori basis ini adalah sederhana, sehingga
memiliki kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut :
1. Menurut
Richardson, besarnya basis ekspor adalah fungsi terbalik dari besarnya suatu
daerah. Artinya, makin besar suatu daerah maka ekspornya akan semakin kecil
apabila dibandingkan dengan total pendapatan.
2. Ekspor jelas
bukan satu-satunya faktor yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. Ada banyak
unsur lain yang dapat meningkatkan pendapatan daerah seperti : pengeluaran atau
bantuan pemerintah pusat, investasi, dan peningkatan produktivitas tenaga
kerja.
3. Dalam
melakukan studi atas suatu wilayah, multiplier basis yang diperoleh
adalah rata-ratanya bukan perubahannya. Menggunakan multiplier basis rata-rata
untuk proyeksi seringkali memberikan hasil yang keliru apabila nilai multiplier
dari tahun ke tahun.
4.
Beberapa pakar berpendapat bahwa apabila pengganda basis digunakan
sebagai alat proyeksi maka masalah time lag (masa tenggang) harus
diperhatikan.
5. Ada kasus dimana suatu daerah yang tetap
berkembang pesat meski ekspornya relatif kecil. Pada umumnya hal ini dapat
terjadi pada daerah yang terdapat banyak ragam kegiatan dan satu kegiatan
saling membutuhkan dari produk kegiatan lainnya.
Harry W. Richardson dalam bukunya Elements of Regional Economics (Tarigan,
2005 : 56) memberi uraian sebagai berikut:
Yi = (Ei –Mi) + Xi
dimana :
Yi =
pendapatan daerah
Ei =
pengeluaran daerah
Mi = impor
daerah
Xi =
ekspor daerah
2 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat
Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike)
diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun 1955 (Tarigan, 2005 : 54). Inti dari
teori ini adalah menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun
komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat,
baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive
advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama
sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat
berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk perekonomian juga
cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus bisa diekspor
(keluar daerah atau luar negeri). Perkembangan sektor tersebut akan mendorong
sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan
tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait
dan saling mendukung. menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya
dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.
Selain itu perlu diperhatikan
pandangan beberapa ahli ekonomi (Schumpeter dan ahli lainnya) yang mengatakan
bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship)
dalam masyarakat. Jiwa usaha berarti pemilik modal mampu melihat peluang dan
mengambil resiko untuk membuka lapangan kerja baru untuk menyerap angkatan
kerja yang bertambah setiap tahunnya.
3 Teori Pusat Pertumbuhan
Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory)
adalah satu satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip
konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat
pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan
regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan ke seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat
menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan
perkotaan terpadu.
Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkosentrasi pada
suatu tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti : kota, pusat
perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat
pemukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi
dinamakan : daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), daerah
pertanian, atau daerah pedesaan.
Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau
terjadinya agglomerasi disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale)
atau agglomeration (economic of localization) (Tarigan, 2005 : 159). Economic
of scale adalah keuntungan karena dalam berproduksi sudah berdasarkan
spesialisasi, sehingga produksi menjadi lebih besar dan biaya per unitnya menjadi
lebih efisien. Economic of agglomeration adalah keuntungan karena di
tempat tersebut terdapat berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan
untuk memperlancar kegiatan perusahaan, seperti jasa perbankan, asuransi,
perbengkelan, perusahaan listrik, perusahaan air bersih, tempat-tempat
pelatihan keterampilan, media untuk mengiklankan produk, dan lain sebagainya.
Hubungan antara kota (daerah maju) dengan daerah lain
yang lebih terbelakang dapat dibedakan sebagai berikut : (1) Generatif :
hubungan yang saling menguntungkan atau saling mengembangkan antara daerah yang
lebih maju dengan daerah yang ada di belakangnya; (2) Parasitif :
hubungan yang terjadi dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) tidak banyak
membantu atau menolong daerah belakangnya, dan bahkan bisa mematikan berbagai
usaha yang mulai tumbuh di daerah belakangnya; (3) Enclave (tertutup) :
dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) seakan-akan terpisah sama sekali
dengan daerah sekitarnya yang lebih terbelakang.
Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan
intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier
effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat
mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Tarigan, 2005 : 162).
4 Teori Neoklasik
Teori Neoklasik (Neo-classic Theory) dipelopori
oleh Borts Stein (1964), kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Roman (1965)
dan Siebert (1969). Dalam negara yang sedang berkembang, pada saat proses
pembangunan baru dimulai, tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung
menjadi tinggi (divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah
berjalan dalam waktu yang lama maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah
cenderung menurun (convergence). Hal ini disebabkan pada negara sedang
berkembang lalu lintas modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian
kearah tingkat keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi.
Teori ini mendasarkan analisanya pada komponen fungsi
produksi. Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah
modal, tenaga kerja, dan teknologi. Adapun kekhususan teori ini adalah
dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu
lintas modal terhadap pertumbuhan regional.
5 Model Kumulatif Kausatif
Model kumulatif kausatif (Cummulative Causation
Models) dipelopori oleh Gunnar Myrdal (1975) dan kemudian diformulasikan
lebih lanjut oleh Kaldor. Teori ini menyatakan bahwa adanya suatu keadaan
berdasarkan kekuatan relatif dari “Spread Effect” dan “Back Wash
Effect”. Spread Effect adalah kekuatan yang menuju konvergensi antar
daerah-daerah kaya dan daerah-daerah miskin. Dengan timbulnya daerah kaya, maka
akan tumbuh pula permintaannya terhadap produk daerah-daerah miskin. Dengan
demikian mendorong pertumbuhannya.
Namun Myrdal yakin bahwa dampak spread effect ini
lebih kecil daripada back wash effect. Pertambahan permintaan terhadap
produk daerah miskin tersebut terutama barang-barang hasil pertanian oleh
daerah kaya tentu saja mempunyai nilai permintaan yang rendah, sementara
konsumsi daerah miskin terhadap produk daerah kaya akan lebih mungkin terjadi.
Para pelopor teori ini menekankan pentingnya campur tangan pemerintah untuk
mengatasi perbedaan yang semakin menonjol.
6 Model Interregional
Model
ini merupakan perluasan dari teori basis ekspor dengan menambah faktor-faktor
yang bersifat eksogen. Selain itu, model basis ekspor hanya membahas daerah itu
sendiri tanpa memperhatikan dampak dari daerah tetangga. Model ini memasukkan
dampak dari daerah tetangga, sehingga model ini dinamakan model interregional
(Tarigan, 2005 : 58).
Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor,
pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu
terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan
erat. Dengan memanipulasi rumus pendapatan yang pertama kali ditulis Keynes,
oleh Richardson merumuskan model interregional ini menjadi :
Yi = Ci + Ii + Gi ( Xi-Mi)
dimana :
Yi =
regional income
Ci =
regional consumption
Ii =
regional investment
Gi = regional government expenditure
Xi =
regional exports
Mi =
regional import
Sumber-sumber
perubahan pendapatan regional (Tarigan, 2005 : 60) dapat berasal dari :
1. Perubahan pengeluaran otonomi
regional, seperti : investasi dan pengeluaran pemerintah,
2. Perubahan
pendapatan suatu daerah atau beberapa daerah lain yang berada dalam suatu
sistem yang akan terlihat dari
perubahan ekspor,
3. Perubahan salah satu di antara
parameter-parameter model (hasrat konsumsi marjinal, koefisien perdagangan
interregional, atau tingkat pajak marjinal).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar